Udah lama nih nggak posting di blog tercinta. Kangen juga ternyata... hehe... Alhamdulillah saat ini kuliah sudah dimulai kembali, insyaallah banyak ilmu yang bisa "dirampok" disini. :-) Biasanya kalau udah kuliah gini, jadi rajin posting-posting di blog. Semoga aja bisa dilakukan secara kontinu, berbagi ilmunya..
Pada postingan kali ini saya ingin menyampaikan sebuah paradigma dari seorang analis Bisnis dari Harvard university mengenai kondisi investasi IT dalam upaya meningkatkan nilai tambah dari suatu perusahaan. Hal yang sangat menarik adalah argumen yang dilontarkan oleh beliau bahwa sebenarnya pada saat ini "IT doesn't Matter" bagi perusahaan-perusahaan. Penasaran? Sebagai orang IT pasti kita mengernyitkan dahi ketika membaca argumen ini, tapi artikel ini menarik untuk disimak. Selamat membaca. :-)
Semenjak ada penemuan dan pengembangan
mikroprosessor dengan teknologi silicon, menyebabkan dunia IT berkembang dengan
pesat. Pesatnya teknologi tersebut merubah tata cara berbisnis dunia. Teknologi
informasi menjadi tulang punggung bagi perdagangan dunia.
Perkembangan dan kekuatan Teknologi
informasi yang semakin meningkat membuat perusahaan memandang bahwa sumberdaya
teknologi informasi menjadi aspek yang kuat untuk mencapai kesuksesan.
Investasi untuk mengaplikasikan dan mengembangkan teknologi informasi di
perusahaan meningkat dengan pesat.
Meningkatnya investasi dan
pemujaan terhadap IT merubah cara pandang terhadap IT. Perusahaan sangat memperhatikan
bahwa teknologi informasi memiliki nilai strategis dalam upaya untuk
meningkatkan sisi kompetitif perusahaan.
Pandangan tersebut merupakan sebuah kesalahan.
Nilai strategis didapatkan dari kelangkaan bukan dari benda yang bersifat ubiquity.Perusahaan akan mendapatkan
keuntungan dibanding pihak lain hanya karena perusahaan lain tidak mampu atau
tidak bisa melakukannya. Padahal, saat ini ketersediaan IT sangat mudah
didapatkan. Hal ini membuat potensi IT sebagai sumberdaya potensial berubah hanya
menjadi faktor komoditas dari sebuah produksi.
Contoh nyata fenomena tersebut
adalah pada fenomena mesin uap, jalur kereta api, telegraph, telepon, generator
listrik sampai mesin pembakaran internal. Ketika sudah meningkat ketersediannya
dan menjadi benda yang jamak,maka teknologi tersebut bukan lagi menjadi strategic standpoint dalam meningkatkan
value perusahaan.
Keuntungan yang menghilang
Pemanfaatan infrastruktur
teknologi akan menjadi sesuatu yang sangat potensial jika teknologi tersebut
merupakan teknologi yang sukar untuk diperoleh kompetitor. Perusahaan akan
memiliki keuntungan yang sangat tinggi jika mempunyai hak milik akan sebuah teknologi.
Namun lama-kelamaan dengan berkembangnya teknologi akan mengakibatkan teknologi
tersebut berubah menjadi infrastruktur teknologi yang umum.
Analogi pemanfaatan teknologi
informasi pada saat ini memiliki gejala yang sama dengan pemanfaatan infrastruktur-infrastruktur
teknologi lain pada awal-awal abad 20-an. Jalur kereta api, pada awalnya
merupakan sebuah infrastruktur penting bagi perusahaan untuk dapat meningkatkan
nilai dari perusahaan. Perusahaan-perusahaan mulai berupaya untuk meningkatkan
kemudahan distribusi produk mulai dari pabrik, distributor sampai ke pelanggan
dengan membangun jalur-jalur kereta api pribadi. Tapi pada suatu titik,
perusahaan-perusahaan tersebut sadar bahwa teknologi tersebut tidak reliabel
untuk dimiliki secara personal oleh perusahaan. Sehingga teknologi tersebut
menjadi infrastruktur umum yang dapat diakses oleh banyak pihak. Pada titik
tersebut potensi jalur kereta api sebagai nilai tambah menjadi menghilang.
Fenomena tersebut juga didukung oleh sejarah yang sama pada teknologi-teknologi
lain seperti, telegraph, telephone, mesin uap, stasiun pembangkit listrik.
Saat teknologi sudah menjadi
infrastruktur yang jamak dan dapat diperoleh dengan mudah. Keuntungan yang
didapat bukan lagi menjadi keuntungan pribadi perusahaan namun sudah menjadi
keuntungan secara makro ekonomi. Poin utama yang harus diperhatikan, seberapa
besarpun potensi strategis dari suatu teknologi yang mampu membedakan suatu
perusahaan dengan perusahaan lain akan menurun potensinya jika teknologi
tersebut menjadi mudah diakses dan tersedia bagi semua.
Komoditisasi dari IT
Meskipun sedikit lebih kompleks
dibanding teknologi-teknologi terdahulu, IT memiliki fenomena yang mirip.
Fungsi IT cenderung mengarah pada transportasi
atau pemindahan data. Sifat infrastruktur IT sebagai sarana transportasi
ini akan lebih menguntungkan jika disharing.
Apalagi, IT memiliki kemungkinan yang sangat tinggi untuk ditiru. Fungsi-fungsi
yang semakin banyak diketahui oleh masyarakat umum akan mendorong terbentuknya
standarisasi teknis. Hal tersebut akan menjadi akhir dari aplikasi propietary dan akan berubah menjadi
“economic obsolence”. Bukan hanya software yang mudah ditiru sebagai penyebab
utama terjadinya economic obsolence,
penggunaan software yang generik tentu akan menyeragamkan bisnis proses
sebagian besar perusahaan.
Kemunculan internet mendorong
terjadinya komoditisasi IT dengan menyediakan jalur pengiriman yang sempurna
untuk aplikasi generik. Terlebih lagi pada saat ini perusahaan memenuhi
kebutuhan teknologi hanya dengan membeli web
service dari pihak ketiga. Vendor-vendor utama saat ini pun mulai berpikir
untuk menempatkan diri sebagai “IT utilities”. Sehingga, perusahaan mulai
merubah aplikasi yang dikembangkan sendiri dengan aplikasi yang generik.
Kesimpulan dari semua alasan
yang telah dikemukakan. IT akan menjadi subyek yang mengalami penurunan harga
yang sangat cepat. Dikarenakan batasan-batasan keunggulan dari kompetitor mulai
hilang dan IT menjadi komoditas yang bisa diakses dengan mudah oleh semua
pihak.
Seperti
infrastruktur-infrastruktur teknologi terdahulu, IT menyediakan kesempatan
untuk perusahaan memiliki keuntungan kompetitif hanya pada saat teknologi
tersebut dimiliki secara pribadi (propieatary). Namun akan mengalami penurunan
kegunaan jika teknologi tersebut sudah jamak dimiliki oleh masyarakat.
Contoh perusahaan yang
mengalamai fenomena tersebut adalah,
a.
AHS (American Hospital Supply dengan “ASAP
(Analytical Systems Automated Purchasing)”
b.
American airlines dengan “Sabre Reservation
System”
c.
Federal Express dengan “Package-Tracking System”
d.
Mobil Oil dengan teknologi “Automated Speedpass
payment System”
e.
Reuter dengan “financial information network”
f.
E-bay dengan usahanya yang mampu merubah
industri dengan IT.
Dari contoh diatas, memiliki
fenomena yang mirip. Keunggulan pemanfaatan infrastruktur IT hanya terjadi
ketika kompetitor lain belum memiliki teknologi tersebut. Namun ketika
teknologi sudah dapat dimiliki secara luas maka keunggulan tersebut menurun
dengan cepat. Namun tidak bisa dipungkiri terdapat perusahaan-perusahaan yang
dapat memanfaatkan inovasi IT untuk menjadi keunggulan utama perusahaan
tersebut. Contohnya terjadi pada Walmart dan Dell Computer.
Tetapi, pada saat ini kesempatan
untuk meningkatkan keuntungan dari investasi berbasis IT mengalami trend
penurunan. Berdasarkan sejarah, teknologi yang mampu memberikan dampak besar
terhadap perubahan perilaku industri pada suatu titik akan mengalami penurunan
dikarenakan waktu perkembangan teknologi tersebut sudah mendekati akhir. Pada
saat ini IT berada pada posisi penurunan tersebut. Ciri-ciri teknologi IT yang dinilai sudah
mulai mendekati akhir perkembangan antara lain, sebagai berikut,
a.
Kekuatan IT melampaui kebutuhan perusahaan.
b.
Harga dari fungsionalitas IT menjadi sangat
murah sampai pada titik dimana teknologi dapat dimiliki oleh orang banyak.
c.
Kapasitas dari jaringan distribusi universal
tidak seimbang dengan rendahnya kebutuhan industri.
d.
Vendor mulai memposisikan diri sebagai suplier
komoditi atau sebagai bagian dari utilitas perusahaan.
e.
Gelembung investasi IT yang telah meledak, yang
secara historis menjadi indikasi yang jelas bahwa teknologi telah mencapai
akhir masa perkembangan.
Walaupun nilai dari IT mengalami
penurunan namun tetap terdapat beberapa perusahaan yang mengalami perkecualian
karena memiliki aplikasi yang memiliki spesifikasi yang sangat tinggi.
Perubahan paradigma investasi IT (From Ofensif to Defensif)
Trend penurunan kegunaan IT
dalam memberikan nilai tambah ke perusahaan seharusnya disikapi dengan bijak
dengan pengelolaan IT yang lebih baik. Apalagi investasi IT memiliki resiko
operasional yang relatif besar. Resiko operasional yan berhubungan erat dengan
IT antara lain, technical gliches, keusangan,
berhentinya layanan, vendor atau partner tidak terpercaya, pelanggaran
keamanan, bahkan terorisme. Dan yang paling utama adalah perusahaan mulai
beralih dari sistem yang terkontrol dengan ketat dan propieatary menjadi
terbuka dan di-share.
Pada saat ini sudah seharusnya,
manajemen investasi IT sudah melakukan perubahan paradigma berinvestasi
terhadap IT.Berdasarkan gejala-gejala yang timbul, paradigma investasi yang
terus berupaya melakukan investasi IT hanya demi memperoleh posisi strategis
dalam kompetisi menjadi kurang tepat. Seharusnya perusahaan saat ini lebih berpikir
kearah bagaimana untuk memanfaatkan teknologi IT yang sudah dimiliki untuk
dapat menghasilkan keuntungan yang maksimal (Pola Defensif).
Beberapa perusahaan saat ini sudah melakukan
terobosan dengan berupaya mengidentifikasi kerentanan yang mereka miliki
daripada melakukan investasi pada teknologi baru. Secara lebih jauh, bencana
yang paling menakutkan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan adalah
pengeluaran yang berlebih. Padahal investasi IT akan mengalami penurunan harga
yang sangat signifikan. Hal ini mendorong perusahaan untuk melakukan
penghematan besar-besaran untuk pengeluaran pada investasi IT. Perusahaan harus
pandai dalam menentukan skala prioritas pembelian IT.
Pada tahapan yang lebih tinggi,
penghematan dilakukan dengan cara melakukan evaluasi terhadap hasil yang
didapatkan dari investasi sebuah sistem. Perusahaan tersebut berupaya lebih
kreatif dalam mencari alternatif yang lebih murah dan sederhana bahkan membuka
peluang untuk melakukan outsourcing.
Pengeluaran yang tinggi terhadap
investasi pada IT sebenarnya akibat dari strategi dagang para vendor-vendor IT.
Vendor tersebut memiliki kemampuan strategis untuk mendorong
perusahaan-perusahaan terus menerus mengeluarkan investasi untuk pembelian dan
upgrade infrastruktur IT yang mereka miliki. Oleh karena itu, perusahaan harus
bijak dalam menyikapinya.
Selain bijak dalam melakukan
investasi IT, perusahaan juga harus menghilangkan kecerobohan dalam pemanfaatan
IT yang selama ini dilakukan. Sebagian besar infrastruktur IT pada saat ini
digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak berguna bagi perusahaan.
Strategi investasi yang sangat
bagus untuk dilakukan pada saat ini adalah dengan melakukan penundaan investasi
IT hingga pada saat yang tepat. Kebiasaan perusahaan yang kurang sabar dan
takut tertinggal teknologi menyebabkan investasi IT menjadi membesar. Biaya
riset dan investasi IT akan sangat tingi dan tidak relevan dengan keuntungan
yang didapatkan. Dilain pihak terdapat
perusahaan yang memiliki strategi cerdas. Perusahan tersebut mampu untuk
mendapatkan keuntungan lebih dengan cara menunggu sampai teknologi tersebut
terstandarisasi dan telah tersedia best
practices yang solid.
Pendapat bahwa pengurangan
pengeluaran untuk IT dapat merusak posisi kompetitif suatu perusahaan tidak sepenuhnya
benar. Bahkan menurut statistik yang dikeluarkan oleh “Alineam Consulting Firm”
menyatakan, 25 Perusahaan teratas yang memperoleh keuntungan tertinggi dari
investasi IT justru memiliki pengeluaran relatif kecil dibanding perusahaan
pada umumnya.
Tata cara pengelolaan IT yang
baik pada saat ini harusnya tidak lagi berupaya mencari keuntungan secara
agresif dari investasi IT, namun lebih kearah mengatur manajemen risiko dan
biaya dengan cermat. Dengan pola fikir defensif terhadap investasi IT pada saat
ini akan menyelamatkan perusahaan dari investasi yang mubazir.
(*Diresume dan ditranslasikan dari Paper IT Doesn't Matter Nicholas G. Carr)
Semoga para pelaku IT bisa mengambil pelajaran dari analisis yang dilakukan oleh Nicholas G.Carr diatas.
"Sometimes, we need to stop a while or take some steps back to make higher jump" :-)
(*Diresume dan ditranslasikan dari Paper IT Doesn't Matter Nicholas G. Carr)
Semoga para pelaku IT bisa mengambil pelajaran dari analisis yang dilakukan oleh Nicholas G.Carr diatas.
"Sometimes, we need to stop a while or take some steps back to make higher jump" :-)
================================================= kurangin tidur banyakin ngopi
terimakasih banyak. terjemahan dalam bahasa indonesia sangat membantu :)
ReplyDeleteSepertinya tau ini siapa ^^
DeleteBtw, terima kasih banyak yaaah..membantu banget :)
sankyu gan,..nyari resume yang beres dari kemaren g nemu"
ReplyDeleteterbantu ane dalam tugas ini
terima kasih banyak sudah terjemahkan dalam bahasa indonesia. sangat membantu.
ReplyDelete